Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur'an



Dilihat dari aspek sejarah bahwa subtansi ‘Ulumul Qur’an sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Penyampaian informasi-informasi  mengenai wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabat secara langsung merupakan bagian dari materi ‘Ulumul Qur’an.

Namun timbulnya Istilah  ‘Ulumul Qur’an sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri para ahli sejarah ‘Ulumul Qur’an berbeda-beda pendapat, diantaranya :

a. Shubhi Ash-Shalih dalam bukunya Mabahits Fi ‘Ulumil Qur’an mengatakan, istilah ‘Ulumul Qur’an sudah ada mulai dari abad ke-III H. sebab, paling lambat pada akhir abad ke-III itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Hawi Fi ‘Ulumil Qur’an yang ditulis Imam Ibnu Marzuban (309 H). yang jelas, dalam buku itu sudah menggunakan istilah ‘Ulumul Qur’an, dan Imam Ibnu Marzuban meninggal tahun 309 H.

b. Syekh AbduL'Adhim Az-Zarqani dalam kitabnya Manaahilul 'Irfan mengatakan,bahwa istilah ‘Ulumul Qur’an itu sudah ada sejak abad ke-V itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur’an yang terdiri dari 30 Juz. Karena itu, sejak abad ke-V H itu banyak orang yang mendengar istilah ‘Ulumul Qur’an.

c. Jumhur Ulama dan para ahli sejarah ‘Ulumul Qur’an berpendirian, istilah ‘Ulumul Qur’an yang Mudawwan itu ada pada abad ke-VII H. sebab,baru pada akhir abad ke-VII mulai ada kitab yang memakai istilah ‘Ulumul Qur’an, yaitu kitab Fununul Afnan Fi '‘Ulumil Qur’an” dan kitab Al-Mujtaba Fi ‘Ulumin Tata 'allaqu Bil Qur’an yang ditulis oleh Abdul Faraj Ibnul Jauzi (597 H).

d. M.Hasbi Ash-Shidiqi dalam bukunya Syarah dan pengantar Ilmu Tafsir, menerangkan bahwa menurut hasil penelitian sejarah, ternyata Imam Al-Kafiji (879 H) adalah orang yang pertama kali membukukan ‘Ulumul Qur’an. Karena itu istilah ‘Ulumul Qur’an itu baru ada sejak abad ke-VII H.sebab, pada abad itulah baru ada buku ‘Ulumul Qur’an itu.

Substansi ‘Ulum Al-Qur’an apabila dilihat dari sejarah sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Keterangan yang beliau berikan kepada para sahabat secara langsung mengenai wahyu yang diterima merupakan bagian dari materi ‘Ulum Al-Qur’an.  Namun ‘Ulum Al-Qur’an  sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri lahir pada abad ke-3 Hijriyah, ini pun masih diperdebatkan tergantung pada kitab yang dirujuk sebagai karya pertama dalam bidang ‘Ulum Al-Qur’an. Hal ini tentu membutuhkan fakta sejarah berupa kitab yang membahas ‘Ulum Al-Qur’an secara langsung.

Istilah ‘Ulum Al-Qur’an dengan arti yang  lengkap baru lahir pada abad ke-5 Hijriyah, setelah seorang ulama bernama Ali Ibn Ibrahim ibn Said yang dikenal sebagai Al-Hufi, menyusun kitab setebal tiga puluh jilid yang bernama Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Beliau  pada tahun 330 Hijriyah.

Kitab ini membahas tentang lafal-lafal yang gharib  tentang I’rab dan tafsir. Di dalam kitabnya pengarang membicarakan ayat-ayat Al-Qur’an menurut tertib mushaf. Kemudian dia membahas secara terperinci dengan judul tersendiri pula. Judul yang umum disebut dengan al-Qaul, seperti al-Qaul fi Qaulihi Azza wa jalla, al-Qaul fi al-I’rab, al-Qaul fi ma’na wa al-tafsir, al-Qaul fi al-Waqfi wa al-tamam, al-Qaul fi al-Qira’at. Karya  al-Hufi ini dianggap telah memenuhi standar ‘Ulum Al-Qur’an, karena cabang-cabang ‘Ulum Al-Qur’an sudah dibahas di buku tersebut.

Akan tetapi sebelum terbit kitab yang bernama ‘Ulum Al-Qur’an tersebut dapat dilihat juga beberapa karakteristik yang mengarahkan pembahasan tentang ‘Ulum Al-Qur’an baik yang tersirat maupun yang tersurat. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat Islam dari mulai yang sederhana pada zaman Rasulullah SAW sampai Islam mengalami perkembangan yang pesat ke seluruh benua di dunia ini.

Menurut Dr. Rosihan Anwar, sejarah perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an dibagi ke dalam dua periodisasi besar yaitu qabl `ashr at-Tadwîn ( fase sebelum kodifikais ) dan fase kodifikasi.

Lebih lanjut ia menjelaskan fase sebelum kodifikasi dimulai sejak masa Nabi SAW masuh ada sampai abad I Hijriyah di mana Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan kepada Abu Aswad ad-Du’ali untuk menuliskan ilmu nahwu.

Sedangkan fase kodifikasi dimulai dari masa setelah perintah Ali bin Abi Thalib tersebut kepada Abu Aswad ad-Du’ali yang semakin berkembang pada masa Bani Umayah dan Bani Abbasiah.

Sejarah perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an ini dibagi kepada beberapa periode sejarah sebagai berikut:

a) Qabl `Ashr At-Tadwîn (Fase Sebelum Kodifikais)/ Periode abad pertama:  pertumbuhan cikal bakal ‘Ulum Al-Qur’an


Pada masa Rasulullah SAW, para sahabat dapat merasakan keindahan uslub-uslub bahasa Arab yang tinggi dan  memahami ayat-ayat yang terang dan jelas pengertiannya yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Apabila terjadi kemusykilan, mereka segera bertanya kepada beliau, dan beliau langsung menjawabnya.

Para sahabat pada saat itu tidak merasa perlu untuk menuliskan dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an karena segala permasalahan yang berhubungan dengan pemahaman, bacaan, maksud dan segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dapat ditanyakan langsung kepada Beliau.

Hal ini juga didukung karena pada saat itu alat-alat tulis tidak mudah mereka peroleh. Selain itu juga pada masa Rasulullah SAW ada larangan untuk menuliskan apa yang mereka dengar  dari Beliau selain dari Al-Qur’an, karena beliau khawatir akan bercampur antara Al-Qur’an dengan yang bukan Al-Qur’an.

Kondisi masyarakat Islam pada masa Rasulullah SAW masih sederhana, dimana Islam masih seputar Makkah dan Madinah, sehingga problematika masyarakat tentang  Al-Qur’an belum banyak mengalami kendala yang berarti.

Hal ini akan berbeda jika Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia, kebutuhan akan penjelasan, tatacara membaca maupun hal-hal lainnya akan berkembang menjadi semakin kompleks, karena semakin luas suatu wilayah akan terdapat keaneka ragaman budaya, yang akan menimbulkan perbedaan-perbedaan pemahaman tentang Al-Qur’an.

Pada masa Rasulullah SAW dalam banyak hal beliau memberi keterangan kepada para sahabat tentang makna ayat atau keterangan lain menyangkut Al-Qur’an  dan mengajarkan segala sesuatu yang belum diketahui para sahabat.

Karena itu selama Nabi masih  hidup, para sahabat menerima pengajaran secara langsung  dan belum ada kebutuhan untuk menuliskan tentang ilmu Al-Qur’an.
Seperti pada ayat-ayat berikut Nabi menjelaskan penafsiran Al-Qur’an Surat al-Fatihah ayat 7 berdasarkan riwayat Ahmad, Tirmidzi dari ‘Adi ibn Hayyan:

ان المضوب عليهم : هم اليهود. وان الضالين : هم النصارى

“Yang dimaksud orang-orang yang dimurkai Allah adalah orang-orang Yahudi, sedangkan yang dimaksud orang-orang tersesat adalah orang-orang Nashrani”.

Begitu juga ketika turun Surat al-An’âm ayat 82:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Menurut hadits Buhari Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ketika ayat tersebut turun para sahabat bertanya kepada Nabi tentang arti Zhulm, Nabi menjawab dengan membaca Surat Luqman ayat 13. Maka yang dimaksud zh’Ulum dalam surat al-An’am adalah musyrik.

Pada masa Nabi belum ada kebutuhan menuliskan Ilmu Al-Qur’an dengan alasan sebagai berikut:

1) Pada umumnya para sahabat termasuk bangsa Arab yang memiliki daya hafal sangat kuat.

2) Sebagian besar para sahabat termasuk buta aksara.

3) Alat tulis pada saat itu tidak mudah didapat.

4) Rasulullah melarang sahabat menulis sesuatu yang bukan Al-Qur’an, yang dijelaskanpara ahli hadits jika menulis bersamaan dengan dengan menuliskan Al-Qur’an.

Pada masa Abu Bakar  r.a  dan Umar r.a  Al-Qur’an disampaikan dengan jalan talqin dan musyafahah dari mulut ke mulut.

Sedangkan pada masa Usman bin Affan, Islam sudah semakin luas dan berkembang ke luar bangsa Arab, sehingga timbul bahasa-bahasa arab dan selain arab ( azam), ditambah lagi para penghafal Al-Qur’an dari kalangan sahabat sudah banyak yang gugur di medan perang dalam perluasan dan penyebaran Islam.

Percekcokan dialek cara membaca Al-Qur’an sudah mulai ditemukan, Usman mengambl tindakan mengumpulkan para penghafal Al-Qur’an  dan segera membentuk panitia penulisan Al-Qur’an dengan menunjuk sekretaris Rasulullah yaitu Zaid bin Sabit  menjadi ketua panitia pembukuan Al-Qur’an.

Pembukuan Al-Qur’an pada masa Usman ini dimotivasi karena banyak terjadi perselisihan di dalam cara membacanya, pada saat itu sudah berada pada titik umat Islam saling menyalahkan  yang pada akhirnya terjadi perselisihan di antara mereka.

Usman memutuskan dalam penulisan Al-Qur’an memperhatikan tulisan yang mutawatir, mengabaikan ayat yang bacaannya dinashkh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di hadapan Nabi  pada saat-saat terakhir, kronologis surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf Abu bakar,  system penulisan yang dugunakan mampu mencakup qira’at yang berbeda sesuai dengan lafaz-lafaz Al-Qur’an ketika diturunkan, dan semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan.

Setelah proses pembukuan Al-Qur’an yang dikenal dengan mushaf Utsmani atau Al-Mushaf,  kemudian diperbanyak dan segera dikirim ke kota-kota besar yang penduduknya sudah menganut agama Islam, salah satu mushaf di simpan di kediaman Usman yang kemudian dikenal dengan Mushaf Al-Imam.

Sedangkan nashkah asli Al-Qur’an yang sebelumnya disimpan di rumah Hafsah, salah seorang janda dari Rasulullah SAW diperintahkan untuk dibakar untuk menghindari perbedaan-perbedaan mengenai Al-Qur’an yang lebih krusial lagi.  Usman melarang membaca Al-Qur’an yang tidak bersumber dari Al-Mushaf tersebut.

Tindakan Usman ini merupakan awal perkembangan ilmu rasm Al-Qur’an.
Istilah rasm Al-Qur’an atau rasm Utsmani adalah tatacara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khalifah Usman bin Affan. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf Utsmani yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash dan Abdurahman bin Al-Haris.

Mushaf Utsmani ini menggunakan kaidah al-hadzf (membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf),  al-Ziyadah (penambahan), al-Hamzah (salah satu kaidahnya berbunyi apabila hamzah berharakat sukun,ditulis dengan huruf yang berharakat yang sebelumnya), badal (pengganti), washal dan fashal (penyambungan dan pemisahan), dan kata yang dapat dibaca dua bunyi ditulis dengan menghilangkan alif.

Pada Masa pemerintahan Ali ra., beliau memerintahkan Abu Aswad ad-Dualy (69 H) membuat beberapa kaidah untuk memelihara keselamatan bahasa Arab sebagai I’rab Al-Qur’an. Maka dapatlah dikatakan bahwa Ali ra. merupakan tokoh pertama yang berjasa dalam peletakan ‘Ulum Al-Qur’an di bidang I’rab Al-Qur’an.

Tokoh-tokoh ilmu yang merintis ilmu-ilmu Al-Qur’an  pada abad I sebagai fase qabla Tadwin adalah sebagai berikut:

1) Dari kalangan sahabat : Khulafa ar-Rasyidin, Ibnu  Abbas,Ibnu Mas’ud,Zaid ibnu Sabit, Ubay ibnu Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibnu Zubair.

2) Dari kalangan tabi`in: Mujahid, ‘Atha bin Yassar, Ikrimah, Qatadah, al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin Zubair, Zaid bin Aslam.

3) Dari kalangan ‘atba’ tabi’in : Malik bin Anash.

Maka peletakan dasar ‘Ulum Al-Qur’an yang sudah berkembang pada abad I Hijriyah  adalah  dengan cara disampaikan melalui talqin  antara lain:

1) Ilmu Tafsir
2) Ilmu Asbab an-Nuzul
3) Ilmu al-Makky wa al-Madany
4) Ilmu Nashikh wa al-Mansukh
5) Ilmu gharib Al-Qur’an

Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari  Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir  Al-Qur’an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.

Peranan Tabi’in dalam penafsiran Al-Qur’an & Tokoh-tokohnya Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri  bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai berikut :

1) Murid ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah:  Sa’id bin  ubair, Mujahid, Ikrimah bekas sahaya ( maula ) ibnu Abbas, Tawus bin kisan al -Yamani dan A’ta’ bin Abu Rabah.
2) Murid  ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah, dan Muhammad bin Ka’b al Qurazi.
3) Murid Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : ‘Alqamah bin Qais, Masruq al-Aswad bin Yazid, ‘Amir as Sya’bi, Hasan al- Basyri dan Qatadah bin Di’amah as Sadusi.

Yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur’an,ilmu asbâb al-nuzûl, ilmu Makki wa al-madani dan imu nashikh dan mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.

b) Masa Tadwin (Kodifikasi)


1) Abad  II Hijriyah


Pada abad ke dua, ‘Ulum Al-Qur’an berkisar di sekitar tafsir Al-Qur’an yang lebih dikenal sebagai kodifikasi pendapat-pendapat dari para sahabat dan tabi’in. Pada abad ini para ulama memberikan prioritas perhatian kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-’Ulum ( induk ilmu-ilmu Al-Qur’an). Di antara beberapa ulama terkenal pada abad ini adalah  sebagaiman ditulis  Manna al-Qaththan adalah: Yazid bin Harun al-Silmi (117 H),   Syu’bah ibnu Hajjaj  (160 H), Waqi’ bin Jarh (b198 H), Sufyan bin Uyainah ( 198 H ), Abdu al-Razaq  bin Hamam (211 H). Akan tetapi ulama-ulama tersebut  menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan Hadits yang mereka terima. Namun sayang kitab tafsir mereka tidak sampai ke tangan kita.

Kemudian setelah itu muncullah salah satu tokoh terkenal ahli tafsir pada saat itu adalah Ibnu Jarir ath-Thabari ( tahun 310 Hijriyah).  Tafsirnya berkisar seputar  tafsir bi al-masyur atau tafsir bi al-manqul dengan meliputi riwawat-riwayat yang shahih, I’rab, istinbath, dan pendapat para ulama. Setelah itu baru mulai ada ulama yang menafsirkan bi al-ra’yii.

2) Abad III Hiriyah


Pada abad ke Tiga Hijriyah, di antara ulama yang terkenal pada abad ke ini adalah Ali bin al-Madiny Syaikh al-Bukhari (234 H) yang mengarang tentang Asbâb al-nuzûl,  Abu Ubed al-Qasim bin Salam     (224 H) mengarang tentang al-Nashikh wa al-Mansukh, dan al-Qira’at,   Ibnu Qutaibah (276 H) mengarang tentang Musykil Al-Qur’an, Muhammad ibn Ayyub adh-Dhiris (294 H)  tentang ilmu Ma Nuzilla bi    al-Makkah wama Nuzzila bi  al-Madina.

3) Abad IV Hijriyah


Pada  abad ke-4 Hijriyah, diantara kitab ‘Ulum Al-Qur’an berkisar di sekitar pokok bahasan asbâb al-nuzûl, ilmu nashikh wa al-mansukh, ilmu ma Nuzzila bi al-makkah wama Nuzzila bi al-Madina. Tokoh-tokoh ulama yang menyusun kitab tersebut antara lain sebagai berikut:

a) Muhammad ibnu Khalaf ibn al-Marzuban (309 H), mengarang kitab al-Hawi fi ‘Ulum Al-Qur’an.
b) Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbary (328 Hijriyah) mengarang kitab ‘Ulum Al-Qur’an.
c) Abu Bakar al-Sijistani (330 Hijriyah) mengarang kitab Gharib Al-Qur’an.
d) Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ibn Ali al-Karakhi (360 H), kitabnya bernama Nuqat Al-Qur’an ad-Dallat ‘al al-Bayan fi anwa’ al-’Ulumwa al-ahkam al-minbi’at ‘an ikhtilaf al-anam.
e) Muhammad Ali al-Adfuwy (388 H), mengarang kitab al-Istighna fi ‘Ulum Al-Qur’an.
f) Abu Hasan al-Asy’ary (324 H), kitabnya bernama Al-Mukhtazan fi ‘Ulum Al-Qur’an.

4) Abad V Hijriyah


Diantara kitab dan tokoh pengarangnya pada abad ke-5 adalah sebagai berikut:
a) Abu Bakar al-Baqilany (403 H), mengarang kitab  I’jaz Al-Qur’an.
b) Al –Mawardy (450 H) mengarang kitab amsal Al-Qur’an.
c) Abu Amar al-Dany (444 H), kitabnya bernama al-Taisir bi al-Qira’at al-Sabi’I dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqath.
d) ‘Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi (430 H) mengarang kitab I’rab Al-Qur’an, dan al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an.

Pada abad ke lima inilah dijadikan sebagai abad  ditemukannya kitab ‘Ulum Al-Qur’an sebagi disiplin ilmu, jika berpedoman kepada kitab al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an yang dikarang  al-Hufy sebanyak 30 jilid, yang ditemukan seorang  ulama, Syeikh al-Zarqani yang dikutif  Manna al-Qathtan sebagai berikut, ”Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an secara menyeluruh dan lengkap dalam sebuah kitab diungkapkan oleh  Syeikh Muhammad  ‘Abdu al-Azim Al-Zarqany dalam kitab Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an yang ditemukan di sebuah perpustakaan Mesir dengan penulis Ali Ibrahim ibn Sa’id yang dikenal  al-Hufy dengan nama kitab al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an sebanyak 30 jilid, 15 jilid ditemukan tidak beraturan dan  kurang berkaitan.  Penulis menyusun ayat-ayat Al-Qur’an kemudian dilengkapi dengan ‘Ulum Al-Qur’an yang dibahas secara tersendiri, baik dari segi makna, tafsir bi al- ma’sur maupun bi al-ma’qul, segi waqaf dan tamam serta dari segi qira’at. Maka al-Hufi dianggap sebagai pendiri  pertama ‘Ulum Al-Qur’an sebagai disiplin ilmu yang spesifik, beliau  330 Hijriyah”.

Dengan ditemukannya bukti fisik kitab yang membahas ‘Ulum Al-Qur’an secara spesifik karangan al-Hufy maka ‘Ulum Al-Qur’an sebagai disiplin ilmu sudah ada sejak abad ke-5 Hijriyah.

5) Abad VI  Hijriyah


Diantara tokoh ilmu Al-Qur’an pada abad ke-5 Hijriyah ialah:

a) Abd Qasim Abd al-Rahman yang dikenal al-Suhaili (582 H), kitabnya bernama Muhammat Al-Qur’an atau al-Ta’rif wa I’lam ubhima fi Al-Qur’an  min asma’ wa al-‘alam.
b) Ibnu Jauzy (597 H), kitabnya bernama Funun al-Afnan fi ‘Ajaib ‘Ulum Al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ‘Ulumin Tata’allaq bi Al-Qur’an.

6) Abad  VII dan VIII Hijriyah


Diantara tokoh ilmu Al-Qur’an pada abad ke- 6 dan 7 Hijriyah antara lain:

a) Alamuddin al-Syakhawy (643 H) , kitab bernama Hidayat al-Murtab fi al-Mutasyabih mengenai qira’at, dan kitab  Jamal Al-Qur’an wa kamal al-Iqra tentang qira’at, tajwid, waqaf, Ibtida’, nashikh dan  mansukh.
b) Al-‘Iz ibnu  Abdu al-Salam (660 H)  dengan kitab bernama Majaz Al-Qur’an.
c) Ibnu Qayyim (751 H) dengan kitab bernama AQ.S. am Al-Qur’an.
d) Badrudin al-Zarkasyi (794 H) , mengarang kitab al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
e) Abu Hasan al Mawardi yang menyusun Ilmu Antsâl Al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas perumpamaan-perumapamaan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
f) Ibnu Abi al-Isba’ yang menyusun Ilmu Badi’i Al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa dan kandungan ) dalam Al-Qur’an.
g) Najmudin al-Thufi (716), yang menyusun ilmu Hujaj Al-Qur’an atau ilmu jadal Al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas bukti-bukti atau argumentasi-argumentasi yang dipakai Al-Qur’an untuk menetapkan sesuatu.
h) Taqiyuddin Ahmad binTaimiyah al-Harani (728 H) yang menyusun kitab Ushul al-Tafsir.
Pada abad ke tujuh  dan delapan mulai tumbuh ilmu Bada’I Al-Qur’an, Ilmu Hujaj Al-Qur’an yang kemudian hari dikenal Jadal Al-Qur’an. Tokoh ulama yang menyusun kitab ‘Ulum Al-Qur’an ini pada umumnya sudah melakukan penelitian satu persatu juz Al-Qur’an.

7) Abad IX dan X Hijriyah


Pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah ini telah lahir beberapa kitab ‘Ulum Al-Qur’an, antara lain sebagai berikut:
a) Jalaludin al-Bulqiyany,  824 H yang mengarang kitab Mawaqi’ al-’Ulummin mawaqi’i  al-Nuzum.
b) Muhammad ibnu Sulaiman al-Kafiyajy,  873 Hijriyah, mengarang kitab al-Taisir fi Qawaid al-Tafsir. Dalam kitab ini dijelaskan tentang syarat-syarat menafsirkan al-Qura’an dengan ra’yiiu.
c) Jalaludin al-Suyuthy, 911 H, mengarang kitab  al-Tahbir fi ‘Ulumal-Tafsir  dan kitab terkenal  al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Dalam kitab ini terdapat 80 judul bahasan dari ‘Ulum Al-Qur’an secara sistematis dan padat isinya.

8) Abad ke-13 dan 14 Hijriyah dan masa kini


Pada abad XIV Hijriyah, bangkit kembali ulama dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas Al-Qur’an dari berbagai segi. Kebangkitan ini diantaranya dipicu oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan tafsir dan hadits sebagai salah satu jurusannya.

Pada abad ini juga sudah mulai banyak kitab-kitab yang meragukan Al-Qur’an yang dilontarkan para orientalis dan orang Islam sendiri yang telah terpengaruhi pemikiran orientalis, serta telah dilakukan kegiatan-kegiatan penerjemahan Al-Qur’an kepada bahasa-bahasa azam ( selain bahasa arab).

Di antara ulama yang berjasa di abad ke-13 dan 14 Hijriyah dalam perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an antara lain sebagai berikut:

1) Al-Syeikh Thahir al-Jazairy, kitabnya bernama al-Tibyân fî ‘Ulûm Al-Qur’an.
2) Jamaludin al-Qasimy,  1332 Hijriyah, menulis kitab Mahasin al-Takwil.
3) Muhammad Abd Al-Azhim al-Zarqany, kitabnya bernama Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân.
4) Muhammad Ali Salamah, kitabnya bernama Manhaj al-Furqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân.
5) Al-Syeikh Thanthawy  al-Jauhary, kitabnya bernama  al-Qur’ân wa al-‘Ulûm al-Ashriyyah.
6) Mushtafa Shadiq al-Rafi’i, kitabnya bernama I’jaz al-Qur’ân.
7) Sayyid Quthub, kitabnya bernama Al-Tashwir al-Faniy fî al-Qur’ân.
8) Muhammad al-Gozaly, kitabnya bernama Nazharat fî al-Qur’ân.
9) Muhammad Musthofa al-Maraghy, kitabnya bernama Al-Masalat Tarjamat Al-Qur’an sebuah risalah yang menerangkan kebolehan menerjemahkan Al-Qur’an, dan ia juga menulis kitab Tafsir al-Marâghi.
10) Dr. Shubhi al-Shalih, menulis kitab Mabˆahis fî ‘Ulûm al-Qurân. Kemudian diikuti Ahmad Muhammad Jamal yang menulis sekitar Mâ’idah.
11) Muhammad Rasyid Ridha, kitabnya bernama Tafsir Al-Qur’an al-Hakim yang terkenal dengan tafsir Al-Manar.
12) Syeikh Muhammad Abdullah Darraz yang menyusun kitab  al-Naba’ al-‘Azhim ‘an Al-Qur’an al-Karim : Nazharat Jadîdah fî al-Qurân.
13) Syeikh Mahmud Abu Daqiq yang menyusun kitab ‘Ulûm al-Qurân.
14) Malik bin Nabi yang menyusun kitab Az-Zhahirah Al-Qur’aniyah yang berbicara mengenai wahyu.

Demikianlah beberapa kitab yang membahas ‘Ulum Al-Qur’an baik secara langsung nama kitab bernama ‘Ulum Al-Qur’an atau secara tidak langsung yang merupakan salah satu cabang dari ‘Ulum Al-Qur’an. Dengan beberapa pokok bahasan kitab-kitab ‘Ulum Al-Qur’an dari masa ke masa, maka perbendaharaan pembahasan tentang disiplin ilmu Al-Qur’an semakin luas dan kompleks.

Hal ini tentunya memberikan jalan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan dalam bidang Al-Qur’an baik secara mandiri ataupun kolektif untuk selalu menggali ilmu-ilmu Al-Qur’an.

Perkembangan dari waktu ke waktu tentunya akan semakin kompleks karena kehidupan manusia semakin global. Bukan tidak mungkin serangan demi serangan untuk melemahkan Al-Qur’an akan selalu datang. Seperti yang ada sekarang ini, Al-Qur’an dapat diakses siapa saja di internet baik itu Al-Qur’an digital, Al-Qur’an in word dan sebagainya, jika tidak dilengkapi ilmu dan kontrol dari lembaga tertentu mengenai ‘Ulum Al-Qur’annya, maka penyelewengan Al-Qur’an oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sangat terbuka lebar.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur'an"

Posting Komentar