Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at


1. Latar Belakang Historis

Qira’at sebenarnya telah muncul sejak zaman Nabi walaupun pada saat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu, ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi ini, yaitu:

Suatu ketika Umar bin Khathtab membaca Ayat Al-Qur’an. Kemudian peristiwa perbedaan membaca ini mereka laporkan ke Rasulullah SAW. Maka beliau menjawab dengan sabdanya, yang artinya :
“Memang begitulah Al-Qur’an diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dalam tuju huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari tujuh huruf itu,”

Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabi’in, yaitu pad awal abad II H, tatkala para qari’ tersebar di berbagai pelosok, telah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mngemukakan qira’at gurunya daripada mengikuti qira’at imam-imam lainnya. Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara turun-menurun dari guru ke murid, sehingga sampai kepada imam qira’at baik yang tujuh, sepuluh atau yang empat belas.

Timbulnya sebab lain dengan penyebaran qori’-qori’ keberbagai penjuru pada masa Abu Bakar, maka timbullah qira’at yang beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transpormasi bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arab, yang pada akhirnya perbedaan qira’at itu berada pada kondisi itu secara tepat.

Pada masa itu himbauan tokoh-tokoh dan pemimpin ummat untuk bekerja keras sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga bisa membedakan antara bacaan yang benar dan yang tidak benar. Mereka mengumpulkan huruf dan qira'at, mengembangkan wajah-wajah dan dirayah, menjelaskan yang benar dan yang salah serta yang berkembang dan yang punah dengan pedoman-pedoman yang mereka kembangkan dan segi-segi yang mereka utamakan.

2. Latar Belakang cara penyampaian (kaifiyat al-ada’)


Menurut analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad khalil, perbedaan qira’at itu bermula dari bagaimana seorang guru membacakan qira’at itu kepada murid-muridnya. Dan kalau diruntun, cara membaca Al-Qur’an yang berbeda-beda itu, sebagaimana dalam kasus Umar dengan Hisyam, dan itupun diperbolehkan oleh Nabi sendiri.

Hal itulah yang mendorong beberapa ulama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara menghafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut :

a) Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat, misalnya pada firman Allah pada surat An-nisa’ ayat 37 tentang pembacaan “Bil Buhkhli” (artinya kikir), disini dapat dibaca dengan harakat “Fatha” pada huruf Ba’-nya, sehingga dibaca “Bil Bakhli”, dapat pula dibaca “Dhommah” pada Ba’-nya, sehingga menjadi “Bil Bukhli”.

b) Perbedaan I’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya, misalnya pada firman Allah surah Saba’ ayat 19, yang artinya “Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami”. Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah diatas adalah “ba’id” karena statusnya fi”il amar, maka boleh juga dibaca “ba’ada” yang berarti kedudukannya menjadi fi’il mahdhi artinya telah jauh.

c) Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk tulisannya, sedangkan maknanya berubah, misalnya pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 259, yang artinya “……dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian kami menyusunnya kembali.” Di dalam ayat tersebut terdapat kata “nunsyizuhaa” artinya (kemudian kami menyusun kembali), yang ditulis dengan huruf (Za’) diganti dengan huruf (ra’) sehingga berubah bunyi menjadi “nunsyiruha” yang berarti (kami hidupkan kembali).

d) Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknanya tidak berubah, misalnya pada firman Allah dalam surah Al-Qoria’ah ayat : 5, yang artinya “……..dan gunung-gunung seperti bulu yang dihamburkan”. Dalam ayat tersebut terdapat bacaan “kal-ih-ni” dengan “ka-ash-shufi” sehingga kata itu yang mulanya bermakna bulu-bulu berubah menjadi bulu-bulu domba.

e) Perbedaan pada kalimat yang menyebabkan perubahan bentuk dan maknanya, misalnya pada ungkapan “thal in mandhud” menjadi “thalhin mandhud”.

f) Perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirkannya, misalnya pada firman Allah dalam surah Qof ayat : 19, yang artinya “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya”. Menurut suatu riwayat Abu Bakar pernah membacanya menjadi “wa ja’at sakrat al-haqq bin al-maut”. Ia menggeser kata “al-maut” ke belakang dan memasukkan kata “al-Haq”. Sehingga jika diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi “dan datanglah sekarat yang benar-benar dengan kematian”.

g) Perbedaan dengan menambahi dan mengurangi huruf, seperti pada firman Allah dalam surah al-Baqarah: 25, yang artinya “…surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” Dalam ayat tersebut terdapat kata “min”, kata ini dibuang pada ayat serupa menjadi tanpa “min” dan sebaliknya pada ayat lain yang serupa menjadi tanpa “min” dan sebaliknya pada ayat lain yang serupa tidak terdapat “min” justru ditambah.

3. Penyebab Perbedaan Qira’at


Sebab-sebab munculnya beberapa Qira’at yang berbeda adalah:

a) Perbedaan Qira’at Nabi, artinya dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi Qira’at.

b) Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai Qira’at yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu, hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam Al-Qur’an.

Contohnya ketika seorang Hudzail membaca di hadapan Rasul “atta hin”.

Padahal ia menghendaki “hatta hin”.

Ada riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi Qira’at yang ada atau perbedaan riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut ayat-ayat tertentu.

c) Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa arab pada masa turunnya Al-Qur’an.

d) Perbedaan syakh, harakah atau huruf.

Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 222:

Kata yang digaris bawahi bisa dibaca “yathurna” dan bisa dibaca “yatthoh-har-na”.

Jika dibaca Qira’at pertama, maka berarti: “dan janganlah kamu mendekati mereka (istri-istrimu) sampai mereka suci (berhenti dari haidh tanpa mandi terlebih dahulu).

Sedangkan Qira’at kedua berarti: “dan janganlah kamu mendekati mereka (istri-istrimu) sampai mereka bersuci (berhenti dari haidh dan telah mandi wajib terlebih dahulu).”

Subscribe to receive free email updates:

3 Responses to "Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at"

  1. Trimakasih kasih banyak atas informasinya, semoga blog ini bermanfaat buat semuanya

    BalasHapus
  2. Penyebab terjadinya qiraat apa ya

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah Terimakasih banyak semoga Allah membalas kebaikan mu

    BalasHapus